kawan-kawan

Rabu, 20 Februari 2008

Mengapa Pelabuhan Makassar sulit berkembang?


Pertanyaan ini terlontar dari benakku waktu duduk termenung melihat cakrawala senja di kota Makassar. Aku pernah membaca buku Makassar Abad XIV yang ku beli dari TB.Gramedia di mall Mari tahun 2003 lalu dan baru ku baca akhir2 ini lagi. Ternyata disana disebutkan kota makassar ini sudah dikenal oleh masyarakat dunia sejak abad XV sebagai bandar/pelabuhan besar di wilayah Indonesia bagian Timur atau bahkan di Asia. jauh sebelum Singapura dibangun dan menjadi pusat peradaban pelabuhan di abad XVI sampai sekarang.

Pelabuhan Makassar pada waktu itu menjadi pelabuhan transit bagi para Saudagar2 Nusantara, Jung-jung Cina dan Pedagang Arab dan Eropa sebelum menuju Pulau Rempah2 yang sangat termasyur di kepulauan Maluku. Disamping rempah2, waktu itu Makassar juga terkenal sebagai pusatnya perdagangan budak dari kerajaan-kerajaan jajahan dari kerajaan Gowa yang meliputi pulau2 di Indonesia bagian timur. Sebagai pelabuhan bebas, Makassar sangat ramai dan termasyur sampai VOC menaklukannya dan menerapkan sistem monopoli perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan Makassar yang bebas menjadi pelabuhan terbatas atau khusus sesuai politik monopoli yang diterapkan oleh keserakahan VOC, sehingga kapal-kapal yang datang dari Jung-jung Cina, Arab, Saudagar Nusantara dan pedagang2 Eropa lainnya tidak bisa seenaknya melalui Makassar untuk sampai di Pulau Rempah2.

Untuk memblokade VOC, Inggris membangun pelabuhan di Singapura dengan konsep : Bebas-murah-pelayanan prima-dan kesiapan fasilitas yang sangat memadai. Dalam waktu sangat singkat jadilah Singapura menjadi pelabuhan yang besar sampai sekarang. Sementara Makassar yang lebih tua dan lebih dahulu dikenal berkembang sangat pelan, meskipun sekarang Pelabuhan Makassar sudah menjadi pelabuhan utama/besar, tapi tetap saja tidak mampu menyamai Singapura yang notabene adalah adik tirinya.

Mengapa Pelabuhan Makassar sulit berkembang?

Kembali lagi pertanyaan ini saya tanyakan. Untuk menjawabnya membutuhkan kajian yang panjang yang harus ditinjau dari berbagai aspek. Pertanyaan ini seharusnya dijawab oleh praktisi-praktisi pengelola pelabuhan Makassar, Pemerintah Daerah, Akademisi, dan yang terpenting bagi Saudagar2 Nusantara, Jung-jung Cina, Pedagang2 Eropa yang 5 abad yang telah membuat Makassar menjadi terkenal dan termasyur, dimana pada abad XXI ini mereka berubah bentuk menjadi perusahaan-perusahaan pelayaran, Ekspedisi Angkutan laut dan Perusahaan-perusahaan yang berkaitan di dalamnya baik di tingkat nasional maupun internasional.

Kepedulian dan kecintaan kita pada bumi yang kita pijak ini seharusnya diwujudkan dengan karya nyata yang bisa dikenang 1-2-3 generasi yang akan datang, inilah kita...
Abad XVI yang dipenuhi penemu-penemu dan orang-orang yang namanya abadi sampai sekarang mungkin sudah tidak dipedulikan lagi oleh orang-orang jaman sekarang yang berfikiran pragmatis dan praktis2 saja. Makanya hutan-hutan kita habis, karena kita tidak pernah berfikir untuk masa depan...hehehe kok jadi ngelantur...

Kembali lagi ke permasalahan utama, Pelabuhan Makassar berkembang atau tidak tergantung oleh budaya & habit orang Makassar itu sendiri. Apakah ada yang salah? bukan karena salah atau benar, tapi kira-kira budaya & habit apakah yang menghambatnya?

Kota Makassar dipenuhi oleh orang-orang dari etnis Makassar, Bugis, Toraja, Jawa dan Cina dimana mereka mempunyai pola dan kebiasan masing2. Menurut penilaian kacamata saya, orang-orang etnis Makassar dan Bugis cenderung menjadi pedagang & pegawai yang tidak mau repot2 harus memproduksi barang2nya sendiri. Mereka lebih suka mebeli barang yang sudah jadi kemudian dijual lagi, thats it...simply.. sehingga tidak ada atau sangat kurang hasil karya berupa produk2 yang bisa dibanggakan dan menjadi ciri khas produk Makassar, meskipun ada kain sutra dll. Produk-produk mereka biasanya hanya berupa produk kuliner berupa COTO Makassar yang tersebar di jalan2 kota ini.

Bersambung...

Tidak ada komentar: